PENDIDIKAN AKIDAH DAN AKHLAK
SURAH LUQMAN AYAT 17, 18 DAN 19
TUGAS INDIVIDU
SEMESTER VII C
MATA KULIAH : TAFSIR AYAT- PENDIDIKAN
NAMA
DOSEN :
![]() |
OLEH :
1.
LAILAN SAFINAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
MAHMUDIYAH JAM’IYAH
TANJUNG PURA
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Sang Illahi
Robbi yang mana atas berkat dan Rahmat-Nyalah kami bisa menyelesaikan
makalah ini, tak lupa sholawat dan salam marilah kita limpah curahkan kepada
Guru besar kita Yakni Nabi Muhammad SAW, tanpa adanya beliau
mungkinkah kita terbebas dari zaman kebodohan.
Dalam makalah ini penulis membahas
tentang pendidikan akidah dan akhlak surah Luqman
Ayat 17, 18, dan 19 , makalah ini kami tujukan untuk memenuhi tugas mata
kuliah , tafsir ayat-ayat pendidikan. Makalah ini
diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi yang membutuhkan baik bagi dunia
pendidikan ataupun para akademisi yang ingin meningkatkan atas pengetahuanya.
apabila ada kesalahan dalam makalah ini kami mohon maaf yang sebesar
– besarnya, karena kealpaan, kehilafan itu adalah sifat manusia yang nyata
didunia, maka segala saran dan kritik yang sifatnya membangun demi kemajuan,
sangat kami harapkan.
Akhir kata dari penulis mengucapkan
banyak terima kasih.
Tanjung
Pura, januari 2017
Lailan Safinah
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar………………………………………………………………….…… i
Daftar Isi…………………………………………………………………………….. ii
Bab I ………………………………………………………………………………… 1
Pendahuluan………………………………………………………………………..... 1
A.
Latar Belakang………………………………………………………….….…. 1
B.
Rumusan Masalah ………………………………………………………….… 1
C.
Tujuan Penulisan…………………………………………………………….… 2
Bab II ……………………………………………………………………………….. 3
Pembahasan…………………………………………………………….……………. 3
A. Surah
Luqman 17-19………………………………………………………................. 3
B. arti
perkata surah Luqman17-19.……………………………………………..............
4
C. hukum
bacaan ayat al-hasyr 17-19…………………………………………….............
5
D. asbabun
nuzul surah Luqman 17-19…….…………………..……………..............…. 6
E. tafsir
Surah luqman Ayat 17-19……………………………………………..............…
7
F. Aspek-Aspek pendidikan Surah luqman
17-19……………………………................. 8
Bab III ………………………………………………………………………………. 10
Penutup………………………………………………………………………………. 10
A. Kesimpulan…………………………………………….;;……………………. 10
Daftar Pustaka……………………………………………………………………….. iii
ii
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang masalah
Al-Qur’an ialah
firman Allah berupa wahyu yang disampaiakan oleh Jibril kepada Nabi Muhammmad
saw. Di dalamnya terkandung ajaran pokok yang dapat dikembangkan untuk
keperluan seluruh aspek kehidupan melalui uapaya para pemeluknya denagan cara
ijtihad. Ajaran yang terkandung dalam Al-Qur’an itu terdiri darai dua prinsip
besar, yaitu dengan masalah yang berhubungan dengan keiamanan yang disebut
akidah, dan dengan yang berhubungan dengan amal yaitu syari’ah.
Ajaran-ajaran yang
berkenaan dengan iman, dibicarakan di dalam Al-Qur’an tidak sebanyak ajaran
yang berkenaan dengan amal perbuatan. Hal ini menunjukkan bahwa amal itulah
yang paling banyak dilaksanakan. Sebab semua amal perbuatan manusia dalam
hubungannya dengan Allah, dengan dirinya sendiri, dengan manusia sesamanya,
dengan alam dan lingkungannya, dengan makhluk lainnya, termasuk dalam ruang
lingkup amal shaleh (Syari’ah). Istilah-istilah yang biasa digunakan untuk
membicarakan ilmuu tentang syari’ah ialah: a) ibadah, untuk perbuatan yang
langsung berhubungan dengan Allah, b) mu’amalah, untuk perbuatan yang
berrhubungan dengan selain Allah, dan c) akhlaq, untuk tindakan yang menyangkut
etika dan budi pekerti dalam pergaulanOleh karena pendidikan merupakan suatu
upaya membentuk manusia seutuhnya/ memanusikan manusia, maka pendidikaan
tergolong kegiatan mu’amalah. Pendidikan sangat penting karena ia ikut
menentukan corak dan bentuk amal dan kehidupan manusia, baik pribadi maupun
masyrrakat.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
Latar belakang masalah diatas, rumusan masalahnya adalah :
1. Bagaimana
surah Luqman ayat 17, 18, dan 19 ?
2. Bagaimana
Arti perkata surah lugman 17, 18, dan 19?
3. Bagaimana
hokum bacaan surah Luqman ayat 17, 18, dan 19 ?
4. Bagaimana
Asbabunnuzul surah Al-luqman Ayat 17, 18, dan 19?
5. Bagaimana
makna surah Luqman ayat 17, 18 dan 19?
6. Bagaimana
aspek-aspek pendidikan surah Luqman Ayat 17, 18 dan 19?
C.
Tujuan
Makalah
Adapun tujuan penulisan
makalah adalah penulis ingin :
1. Mengetahui
Bagaimana surah Luqman ayat 17, 18, dan
19
2. Mengetahui
Bagaimana Arti perkata surah lugman 17, 18, dan 19
3. Mengetahui
Bagaimana hokum bacaan surah Luqman ayat 17, 18, dan 19
5. Mengetahui
Bagaimana makna surah Luqman ayat 17, 18 dan 19
6. Mengetahui
Bagaimana aspek-aspek pendidikan surah Luqman Ayat 17, 18 dan 19
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Surah
Luqman ayat 17,18,dan 19
يَابُنَيَّ أَقِمِ الصَّلاَةَ وَأمُر
بِالمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ المُنكَرِ وَاصبِر عَلَى مَا أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ
مِن عَزمِ الأُمُورِ(17)
“ Wahai anakku, laksanakanlah shalat dan
perintahkanlah mengerjakan yang ma’ruf dan cegahlah dari kemunkaran dan
bersabarlah terhadap apa yang menimpamu. Sesungguhnya yang demikian itu
termasuk hal-hal diutamakan.”
لاَتُصَعِّر خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلاَتَمشِ فِي
الأَرضِ مَرَحًا إِنَّ اللهَ لاَيُحِبُّ كُلَّ مُختَالٍ فَخُورٍ(18)
“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia
(karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.”
وَاقْصِدْ
فِي مَشْيِكَ وَاغْضُضْ مِن صَوتِكَ إِنَّ أَنكَرَالأَصْوَاتِ لَصَوتُ
الحَمِيرِ(19
“Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan
lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.”
B.
Arti
perkata Surah Luqman ayat 17, 18,dan 19
Ayat
17
وَأمُر
Dan
perintahkanlah ( manusia )
|
الصَّلاَةَ
solat
|
أَقِمِ
dirikan
|
يَابُنَيَّ
Wahai anak ku
|
المُنكَرِ
Kemungkaran
/ kemaksiatan
|
عَنِ
dari
|
وَانْهَ
dan cegahlah mereka
|
بِالمَعْرُوفِ
Untuk melakukan kebaikan ( taat kpd
Allah)
|
أَصَابَكَ
Yang
menimpamu ( ketika memerintah dan mencegah )
|
مَا
apa
|
عَلَى
atas
|
وَاصبِر
Dan bersabarlah
|
عَزمِ الأُمُورِ
Perkara
yang ditekankan dan penting
|
مِن
dari
|
ذَلِكَ
itu
|
إِنَّ
Sesungguhnya
|
Ayat
18
لِلنَّاسِ
Kepada
manusia
|
خَدَّكَ
Pipi/wajahmu
|
تُصَعِّر
Kamu palingkan
|
وَلا
Dan jangan
|
الأَرضِ
bumi
|
فِي
di
|
تَمشِ
berjalan
|
وَلا
Dan jangan
|
لاَ
tidak
|
اللهَ
Allah
|
إِنَّ
sesungguhnya
|
مَرَحًا
Dengan sombong
|
فَخُورٍ
Yang
banggakan diri
|
مُختَالٍ
Orang yang sombong
|
كُلَّ
setiap
|
يُحِبُّ
Dia
menyukai
|
Ayat
19
وَاغْضُضْ
dan Rendahkanlah
|
مَشْيِكَ
jalanmu
|
فِي
dalam
|
وَاقْصِد
Dan sederhanakanlah
|
أَنكَرَ
Seburuk-buruk
|
إِنَّ
sesungguhnya
|
صَوتِكَ
suaramu
|
مِن
Dari
|
الحَمِيرِ
keledai
|
لَصَوتُ
Sungguh suara
|
الأَصْوَاتِ
Suara-suara
|
C.
Hukum
Bacaan Atau Tajwid surah Al-Luqman Ayat 17, 18, dan 19
1. Ikhfa’
Adalah apabila setelah nun mati atau
tanwin terhadap huruf yang 15 ( . .
. . .
. . .
. . .
. . . ).
Cara membacanya dengan mendengungkan.
Misalnya :
·
المُنكَرِ
·
مُختَالٍ فَخُورٍ
·
مِن صَوتِكَ
·
أَنكَرَ
2. Gunnah
Adalah dengung, yaitu apabila ada huruf
min dan nun tasydid dan didahului harakat fathah, kasrah, dan dhammah. Panjang
bacaan gunnah adalah dua harakat.
Missal :
·
إِنَّ
·
لِلنَّاسِ
3. qalqalah
Adalah
memantulkan bunyi huruf qalqalah yang berjumlah lima ( ,
, , ,
) ketika mati atau waqaf (berhenti)
Missal :
·
وَاقْصِد
D.
Asbabunnuzul
surah Luqman Ayat 17, 18, dan 19
Secara etimologi, kata asbab al-nuzul berarti
turunnya ayat-ayat Al-Qur’an diturunkan Allah SWT kepada Muhammad SAW secara
berangsur - angsur bertujuan untuk memperbaiki aqidah, ibadah, akhlak dan
pergaulan manusia yang sudah menyimpang dari kebenaran. Karena itu dapat
dikatakan bahwa terjadinya penyimpangan dan kerusakan dalam tatanan manusia
merupakan sebab turunnya Al-Qur‟an. Asbab al-nuzul (sebab
turun ayat) di sini dimaksudkan sebab-sebab yang secara khusus berkaitan dengan
turunnya ayat-ayat tertentu. Sedangkan menurut Subhi al-Salih, asbab
an-nuzul adalah sesuatu yang dengan sebabnya turun ayat atau beberapa
ayat yang mengandung sebab itu, atau memberi jawaban terhadap sebab itu atau
menerangkan hukumnya pada masa terjadinya sebab tersebut.[1]
Adapun sebab turunnya ayat 12-19 dari surat Luqman sejauh
penulusuran yang penulis lakukan tidak ditemukan adanya sebab yang
melatarbelakangi turunnya ayat tersebut, hanya saja dalam ayat 13 dalam tafsir
Al-Misbah, diriwayatkan bahwa Suwayd ibn ash-Shamit suatu ketika datang ke
mekah. Ia adalah seorang yang cukup terhormat di kalangan masyarakatnya. Lalu
Rasulullah mengajaknya untuk memeluk agama Islam. Suwayd berkata kepada
Rasulullah, “Mungkin apa yang ada padamu itu sama dengan yang ada padaku.”
Rasulullah berkata, “Apa yang ada padamu?” Ia menjawab, “Kumpulan hikmah
Lukman.” Kemudian Rasulullah berkata,“Sungguh perkataan yang amat baik ! Tetapi
apa yang ada padaku lebih baik dari itu. Itulah al-Qur’an yang diturunkan Allah
kepadaku untuk menjadi petunjuk dan cahaya.” Rasulullah lalu membacakan
al-Qur’an kepadanya dan mengajaknya memeluk Islam.[2]
Kemudian menurut Sayid Qutb bahwa ayat 13 yang menjelaskan
tentang tauhid, inilah hakikat yang ditawarkan oleh nabi Muhammad saw kepada
kaumnya. Namun, mereka menentangnya dalam perkara itu, dan meragukan maksud
baiknya di balik tawarannya. Mereka takut dan khawatir bahwa di balik tawaran
itu terdapat ambisi Muhammad saw untuk merampas kekuasaan dan kepemimpinan atas
mereka. Kemudian ayat 14 dan 15 penulis menemukan riwayat bahwa ayat ini
menggambarkan nuansa pengorbanan yang agung dan dahsyat. Seorang ibu yang
dengan tabiatnya harus menanggung beban yang lebih berat dan lebih kompleks.
Namun, luar biasa, ia tetap menanggungnya dengan senang hati dan cinta yang
lebih dalam, lembut, dan halus. Diriwayatkan oleh Hafidz Abu Bakar al-Bazzar
dalam musnadnya dengan sanadnya dari Buraid dari ayahnya bahwa seseorang sedang
berada dalam barisan tawaf menggendong ibunya untuk membawanya bertawaf.
Kemudian dia bertanya kepada Nabi Muhammad saw, “Apakah aku telah menunaikan
haknya? ”Rasulullah menjawab, “Tidak, walaupun satu tarikan nafas.”[3]
Diriwayatkan bahwa ayat 15 ini diturunkan berhubungan dengan
Sa’ad bin Abi Waqqas, ia berkata, “Tatkala aku masuk Islam, ibuku bersumpah
bahwa beliau tidak akan makan dan minum sebelum aku meninggalkan agama Islam
itu. Untuk itu pada hari pertama aku mohon agar beliau mau makan dan minum,
tetapi beliau menolaknya dan tetap bertahan pada pendiriannya. Pada hari kedua,
aku juga mohon agar beliau mau makan dan minum, tetapi beliau masih tetap pada
pendiriannya. Pada hari ketiga, aku mohon kepada beliau agar mau makan dan
minum, tetapi tetap menolaknya. Oleh karena itu, aku berkata kepadanya, Demi
Allah, seandainya ibu mempunyai seratus jiwa dan keluar satu persatu di hadapan
saya sampai ibu mati, aku tidak akan meninggalkan agama yang aku peluk ini.
Setelah ibuku melihat keyakinan dan kekuatan pendirianku, maka beliaupun mau
makan.”[4]
E.
Tafsir
surah Luqman Ayat 17, 18, dan 19
Pada ayat 17 ini, Lukman mewasiatkan kepada anaknya hal-hal
berikut :
a.
Selalu mendirikan sholat dengan
sebaik-baiknya, sehingga diridhoi Allah. Jika sholat yang dikerjakan itu
diridhoi Allah, perbuatan keji dan perbuatan mungkar dapat dicegah, jiwa
menjadi bersih, tidak ada kekhawatiran terhadap diri orang itu, dan mereka
tidak akan bersedih hati jika ditimpa cobaan, dan merasa dirinya semakin dekat
dengan Tuhannya.
b.
Berusaha mengajak manusia mengerjakan
perbuatan-perbuatan baik yang diridhoi Allah, berusaha membersihkan jiwa, dan
mencapai keberuntungan, serta mencegah mereka agar tidak mengerjakan
perbuatan-perbuatan dosa.
c.
Selalu bersabar dan tabah terhadap segala
macam cobaan yang menimpa, akibat dari mengajak manusia berbuat baik dan
meninggalkan perbuatan yang mungkar, baik cobaan itu dalam bentuk kesenangan
dan kemegahan, maupun dalam bentuk kesengsaraan dan penderitaan.
Pada ayat 18 dari surat Luqman terdapat kata Ash-sha’ru,
artinya penyakit yang menimpa onta sehingga membengkokan lehernya. Penggunaan gaya
bahasa seperti ini dalam Al-Qur’an bertujuan agar manusia tidak meniru
gerakan Ash-sha’ru ini yang berarti gerakan sombong seperti
berjalan dengan membusungkan dada, dan memalingkan muka dari manusia karena
sombong dan merasa tinggi hati. Pada ayat yang selanjutnya kata Al-Qosdu yang
mempunyai makna maksud dan tujuan, jadi berjalan itu harus selalu tertuju
kepada maksud dan tujuan yang ditargetkan pencapaianya. Sehingga, gaya berjalan
itu tidak menyimpang, sombong, dan mengada-ada. Namun harus ditujukan guna
meraih maksudnya dengan sederhana dan bebas.
Ayat 19 dari surat luqman menjelaskan, pertama tentang
cara berjalan dengan langkah yang sederhana, yakni tidak terlalu lambat dan
juga tidak terlalu cepat, akan tetapi berjalanlah dengan wajar tanpa dibuat-buat
dan juga tanpa pamer menonjolkan sikap rendah hati atau sikap tawadu’. Kedua, tentang
cara berbicara yakni dengan mengurangi tingkat kekerasan suara, jangan
mengangkat suara jika tidak diperlukan sekali. Karena sesungguhnya sikap yang
demikian itu lebih berwibawa bagi yang melakukannya, dan mudah diterima oleh
jiwa pendengarnya serta lebih gampang untuk dimengerti. Ketiga,
tentang ilat atau alasan yang melarang hal diatas yakni
sesungguhnya suara yang paling buruk dan paling jelek, karena ia dikeraskan
lebih daripada apa yang diperlukan tanpa penyebab adalah suara keledai. Dengan
kata lain, bahwa orang yang mengeraskan suaranya itu berarti suaranya mirip
suara keledai. Dalam hal ini ketinggian nada dan kekerasan suara, dan suara
yang seperti itu sangat dibenci oleh Allah SWT.
Di dalam ungkapan ini jelas menunjukan nada celaka dan kecaman
terhadap orang yang mengeraskan suaranya, serta anjuran untuk membenci
perbuatan tersebut. Di dalam ungkapan ini yaitu menjadikan orang yang
mengeraskan suaranya diserupakan dengan suara keledai, terkandung pengertian
mubalagah untuk menanamkan rasa antipati dari perbuatan tersebut. Hal ini
merupakan pendidikan dari Allah untuk hamba-hambanya supaya mereka tidak
mengeraskan suaranya di hadapan orang-orang karena meremehkan mereka, atau yang
dimaksud ialah agar mereka meninggalkan perbuatan ini secara menyeluruh (dalam
kondisi apapun).
F.
Aspek-Aspek
pendidikan
1. Pentingnya menjaga
Tauhid dan kejinya dosa Syirik
2. Menjelaskan arti
hikmah, yaitu bersyukur kepada Allah Swt dengan cara taat dan selalu ingat
kepadaNya. Dan orang yang bersyukur itu pasti orang memiliki akal sehat
3. Pentingnya memberi
nasehat yang baik, sekaligus memberi solusi (irsyad) kepada siapa saja
4. Buruknya dosa musyrik
dan jeleknya orang yang memusyrikan Allah Swt
5. Keharusan taat kepada
orang tua dan mempelakukan mereka dengan lembut dan sayang
6. Pengukuhan pedoman, “
Tidak boleh patuh kepada seseorang jika menyuruh berbuat dosa kepada Allah
Swt.” Dan ini berlaku kepada orang tua untuk tidak taat atas kemauan mereka
ketika diperintah melakukan keburukan.
7. Wajib mengikuti jalan
yang benar sesuai Al-Qur’an dan Sunnah dan haramnya mengikuti jalan yang tidak
berdasar kepada kedua pusaka itu
BAB
III
PENUTUP
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berangkat dari
beberapa rincian diatas, materi pendidikan yang terdapat dalam Al-Qur’an Surat
Lukman yang telah dissampaikan oleh Lukman al-Hakim kepada anaknya, dapat
dikategorisasikan sebagai berikut:
Pertama, ‘aqaaid (Akidah),
yang menyangkut masalah keimanan kepada Allah, hal ini sudah tercakup iman
kepada malaikat, kitab-kitab_Nya, para nabi, hari kiamat, dan qadha dan qadar.
Materi ini terdapat pada ayat 12,13, dan 16
Kedua, syari’at,
yakni satu sistem norma Ilahi yang mengatur hubungan manusia denagn tuhan,
hubungan manusia dengan manusia, dan hubungan manusia dengan alam. Kaidah
syari’ah ini terbagi menjadi dua:pertama, ibadah, seperti shalat,
thaharah, zakat, puasa dan haji. Kedua, mu’amalah yakni tata aturan
Ilahi yang mengatur hubungan manusia dengan manusia, dan hubungan manusia
dengan harta benda. Aspek syari’ah ini termaktub pada ayat 14,15, dan 17
Ketiga, Akhlaq. Secara
etimologis, akhlaq adalah perbuatan yang mempunyai sangkut paut dengan khaliq
(pencipta). Akhlaq ini mencakup akhlaq manusia terhadap khaliqnya, dan akhlaq
manusia terhadap makhluk. Aspek ini terdapat pada ayat 14,15, 18, dan 19. Baik
ibadah, muamalah, dan akhlak pada hakikatnya bertitik tolak dari akidah.
DAFTAR
PUSTAKA
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah,
Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, Vol.
Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilalil
Qur’an, Terj. As’ad Yasin dan Abdul Aziz Salim
Ahsin Sakho Muhammad, et.,all., Al-Qur’an
dan Tafsirnya, Jakarta: Lentera Abadi,
2010
iii
[1] Ahmad Musthafa Al-maraghi, Tafsir
al-Maraghi, Terj. Bahrun Abubakar, (Semarang : Toha Putra, 1992), Juz XXI,
hlm. 152
[2] M. Quraish
Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an,
Vol. 10, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 125
[3] Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilalil
Qur’an, Terj. As’ad Yasin dan Abdul Aziz Salim basyarahil, Di Bawah Naungan
Al-Qur‟an,
(Jakarta : Gema Insani Press, 2002), Jilid XXI, hlm.174
[4] Ahsin
Sakho Muhammad, et.,all., Al-Qur’an dan Tafsirnya,
(Jakarta: Lentera Abadi,2010), hlm. 553
Tidak ada komentar:
Posting Komentar